saya kembali dihadapkan pada pertanyaan itu. ekspresi wajah itu, yang membuat saya berpikir kembali akan pilihan saya. menggelitik saya untuk bertanya pada diri saya sendiri, "kamu yakin?"
kamu yakin kamu baik-baik saja?
kamu yakin kamu tidak bermasalah dengan kondisi yang ada?
ya, pertanyaan seperti di atas, terkadang lebih variatif tergantung kata apa yang sedang ingin saya gunakan, tapi intinya tetap sama. pertanyaan di atas yang muncul dari satu pertanyaan lain sebelumnya, yang saya jawab dengan jawaban sekenanya dan sebiasa mungkin, disambut dengan ekspresi dan respon yang berusaha saya hindari. respon yang membuat saya kembali mempertanyakan pilihan saya. kenyamanan saya.
kebodohan saya?
lalu saya dibiarkan sendiri dengan pikiran saya. saya sedikit takut, kalau boleh saya bilang begitu. terkadang apa yang ada di pikiran saya berbeda dengan apa yang saya inginkan. ia terlalu jujur, sementara saya tidak selalu menginginkan kebenaran. tapi pikiran saya tidak bisa diatur. ia terlampau keras kepala dan independen. meskipun saya tidak ingin menjawab dengan "yakin" maupun "tidak", toh saya tetap dibawa kepada...
"kamu yakin?"
saya hanya bisa terdiam. termangu. seperti orang bodoh yang pikirannya kosong.
apakah saya yakin? kalau tidak, mengapa saya tidak melakukan sesuatu? mengapa saya nyaman-nyaman saja berada di satu titik yang sama? dan kalau yakin, mengapa sulit sekali bagi saya untuk mengangguk dan menjawab pertanyaan sederhana itu?
pada akhirnya, saya tidak menjawab pertanyaan tersebut. saya biarkan menggantung.hingga saya mengetik tulisan ini pun, pertanyaan tersebut masih mengawang di langit-langit pikiran saya. saya biarkan. saya tinggalkan. saya lari. seperti seorang anak kecil pengecut yang tidak berani menghadapi monster di dalam lemarinya, saya lari. semata-mata karena saya takut akan kejujuran.
No comments:
Post a Comment