Thursday, July 21, 2011

eh patah hati lagi

cinta.
c i n t a .
c  i  n  t  a  .
c   i   n    t    a    .

coba uraikan huruf-huruf itu. pisahkan hingga berjauhan, sejauh mungkin.
ya, lebih jauh lagi.
lagi.
terus, sampai kau tak bisa melihat ujungnya, sehingga kau tak usah rampung membacanya,

sehingga kau tak perlu memahaminya.


cintacintacintacintacintacintacintacintacintacintacinta.

coba ucapkan berulang kali kata itu. sampai lidahmu kebas,
sampai cinta itu hanya menjadi sebuah kata aneh yang pengucapannya asing.
sebuah kata biasa dengan 5 huruf. c, i, n, t, dan a.

terus.
ulangi terus. terus. terus.


terus.

terus.

terus.

uraikan.

pisahkan.

ucapkan.

ulangi.

terus.

pejamkan mata.


sudah lupa?

sudah merasa asing?


.....................


1:47.
Sunday, 17 July'11

.

Ada sebuah kritik yang mengatakan bahwa ukuran dan perspektif untuk melihat eksploitasi perempuan dalam layar kaca terlalu tunggal dan moralistik, tanpa memperhatikan bahwa semua yang dilakukan para bintang sebenarnya adalah bagian terpenting dari survival strategic di tengah problem struktural yang makin sulit ditembus.
- "Perempuan dalam Layar Kaca, Eksplorasi atau Eksploitasi", Majalah Srinthil -


Apa yang sebenarnya terjadi'? Eksploitasi serta perendahan terhadap harga diri perempuan atau degradasi moral perempuan? 
kaum feminis boleh meneriakkan bahwa wanita dieksploitasi di media massa, melalui iklan-iklan komersial yang menampilkan tubuh wanita hingga sinetron-sinetron beralur cerita dangkal yang merendahkan martabat kaum wanita sebagai kaum yang lemah dan tertindas. namun ada beberapa kritik yang berusaha melihat fenomena ini dari sudut pandang lain, bahwa selama perempuan tersebut menyadari kemolekan dirinya sebagai aset yang bisa ia jual, perempuan tidak tereksploitasi. selama ia sepenuhnya sadar dan mengambil keuntungan atas tubuhnya untuk dirinya sendiri, tidak ada eksploitasi di sana (Irawan Karseno, pengamat iklan dan pekerja seni).
benar yang terjadi itu eksploitasi? atau degradasi moral? baik dari pihak wanita, maupun masyarakat yang membentuk persepsi pada awalnya?
budaya patriarki di masyarakat pada umumnya masih melihat wanita sebagai kaum sub-ordinat yang terdominasi oleh kaum pria. tak jarang wanita dianggap sebagai obyek seksual belaka, dianggap sebagai kaum lemah yang tidak mampu mengerjakan pekerjaan pria sehingga tempatnya adalah di rumah atau di dapur, bahkan menurut pandangan yang lebih nyeleneh, tempatnya adalah di kasur. untuk memuaskan keinginan biologis pasangannya. 
pandangan seperti itu jelas-jelas suatu perendahan terhadap martabat kaum wanita. jelas-jelas eksploitasi terhadap harga diri wanita. 
however, ketika fenomena harga diri wanita ini dibawa ke layar kaca, yang terjadi malah fenomena yang lain lagi. fenomena yang berakar dari gabungan tuntutan atas kebutuhan hidup si perempuan, kepentingan kaum kapitalis maupun media massa, tuntutan dari masyarakat, serta tuduhan eksploitasi dari kaum feminis. bahwa perempuan di layar kaca sesungguhnya tidak sepenuhnya dieksploitasi, melainkan mereka sedang mencapai popularitas, membangkang (dalam artian positif) terhadap kungkungan nilai budaya, agama, serta kearifan lokal, dan survival strategic. 


maka kembali ke kritik di atas. selama wanita sepenuhnya sadar dan mengambil keuntungan atas tubuhnya untuk dirinya sendiri, tidak ada eksploitasi di sana
tampaknya para kaum feminis perlu belajar bahwa tidak ada yang mutlak dalam persaingan media massa dan periklanan. ranah layar kaca mungkin adalah sebuah dunia lain, dimensi lain dimana batasan moral serta tuntutan bertahan hidup melebur jadi satu.


tak ada yang mutlak. bahkan standar moral serta kebenaran itu sendiri pun tidak mutlak.