Saturday, February 6, 2010

:)

quoted this from @TheLoveStories twitter:

"He gave her 12 roses. 11 real and 1 fake. Then he said, "I'll love you until the last one dies". -Unknown

aww, that's just the sweetest thing :)

Menyalahkan dan disalahkan (sebuah refleksi singkat atas diri)



Langit berkelabu
Meresap dengan pudarnya biru
Menyambut datangnya hitam

Azan berkumandang
Besarnya kuasa Tuhan, begitu terdengar
Layang- layang berputar- putar menuruni singgasananya
Tanda bahwa pencipta ciliknya harus segera pulang dan membasuh diri

Tawa riang terdengar dari mulut- mulut kecil yang kering itu
Gigi hitam dan kuning mereka berpadu menciptakan euforia kebahagiaan
Kuku tangan berlapis hitam cokelatnya tanah dan kotoran
Kaki tak lagi beralas karet, tak lagi takut terinvasi cacing
Tanpa lelah, tanpa beban, mereka berlari menyambut datangnya malam
Tak ada gengsi, tak ada malu, hiduplah selama kau bisa,
Itu pesan eksplisit mereka
Aku hanya bisa memandang mereka dalam bisu

Air menetes menuruni pipi tanpa kusadari
Tawa mereka dan canda mereka tidak tampak riang bagiku
Semua ironi
Ironi belaka yang menamparku dan memaksaku turun untuk sekedar melihat posisiku,
Lalu membuatku menangis begitu nurani mulai mengetuk

Tangan kotor dan hitam itu menarik daguku
Mata besar yang penuh harap itu menatapku
Wajahnya kotor, dekil, korban matahari yang bersinar terik dari pagi ke siang
Ia hanya tersenyum dan menyeka air mataku dengan tangan kotornya
Pipiku sekarang kotor, bernoda tanah dan abu, tapi aku tidak tersinggung
Lalu ia berlari menjauhiku dan kembali menari- nari riang di kerumunan kerdil itu

Aku bangkit dan melangkah pulang
Sudah cukup aku disalahkan
Kenapa sekarang aku harus menyalahkan?

apa itu sayang?

Mungkin ini kesalahanku
Mungkin ini aibku
Mungkin ini juga silapku
Mengapa sedikit perhatian saja bisa membuatku berbunga- bunga
Melemparku ke langit tertinggi
Melampaui atmosfir
Mengintip bulan dan mars yang bercengkerama di pekatnya angkasa

Mungkin aku yang terlalu prihatin
Karena aku tak habis pikir,
Bagaimana bisa, hanya seulas senyuman simpul dari bibirmu,
Membuatku tidak bisa tidur dan menyalahkan insomnia atas segalanya

Mungkin,
Kaulah yang harusnya mendapat predikat salah itu
Kaulah yang harusnya bertanggung jawab atas malam- malam panjang dimana aku menderita mengigaukan namamu

Atau memang aku kah yang salah?
Karena menahan rasa ini begitu lama
Memendamnya hingga ia membusuk dan memaksa untuk dimuntahkan?
Salahku kah, sehingga aku hampir gila ketika mengetahui kau sudah terdampingi?
Salahku kah, karena membuat semua orang di sekitarku menahan kantuk dan bosan mereka tiap kali aku mulai mengocehkan dirimu?

Tiap lagu yang kudengar seolah meneriakkan “Kejar dia, bodoh!”
Semua mendorongku untuk menghadap wajah polosmu dan mengucapkan tiga kata keramat itu, bahwa mungkin, “Aku suka kamu”.
Aku takut terhadap responmu –itu yang menahanku
Aku takut aku akan kecewa dan menjadi lebih gila dari aku yang sekarang ini
Aku takut penantian panjangku selama ini menjadi tak bermakna hanya karena kau menggeleng miris saat aku mengangguk penuh harap

Aku takut.
Tapi aku suka.
Mungkin aku sayang.

Tolong jelaskan apa itu sayang, sayang
Karena selama ini aku salah menafsirkan sayang sebagai dirimu
Walau hati kecilku berharap aku tidak salah
Walau aku memang berharap sayang itu artinya kamu

Tolong jelaskan,
Apa itu sayang?
Apa sayang itu engkau?
Anggukkan kepalamu
Kedipkan mata berbingkai kacamatamu
Ulurkan tanganmu
Dan sunggingkanlah senyum indah yang menghantui tiap detikku
Puaskan rinduku dan anganku
Sekali ini saja.

Apa itu sayang?



*You haunted me so badly lately
I wish I have the courage to spit it out to you

Hidden (explicit) Facts



So I met this kid
With a sweet, sweet smile on his face
And drumsticks on both his hands

It was Saturday
And no one noticed
How the heat contributed zero to the changing color of my face,
But that gaze in his eyes seemed to burn my cheek right away

No one noticed, yes
How I acted like a fool when he’s around
Lost my mind in a brief moment of so called love

No one, yes, no one even noticed
When he reached my side and stood there without saying nothing
And we’re side by side for quite a moment

No one cared
When I forced a silly smile towards him,
And he replied a simple smile that made me jump off my feet

No one gave any attention,
When I fall madly in love with the sweet kid holding drumsticks on his hand.

6Jan2010
No one noticed. So I guess I’ll just keep it to myself.

pisau berwarna pink

* i once quoted this poem to my facebook status update, yang bagian: Oh, sungguh ia berharap pisau itu menusuk hingga tuntas.Tuntas memutuskan tali- tali urat yang membelit tubuhnya. Tuntas menghentikan degup jantung dan deru nafasnya.Tuntas membuatnya tersenyum damai di peti mati berhiaskan bunga dengan bibir terpoles gincu merah dan gaun putih indah. 
banyak facebookers yang komen dan mengatakan bahwa status gw: MENGERIKAN. SEREM.
well, ga akan mengerikan banget kalo lo tahu pisau pink itu cuman metafora untuk sang penjahat yang sebenarnya: Cinta :)

PISAU BERWARNA PINK

JLEB.
Pisau itu menancap
Bergeming sedikit bagian puncaknya
Jelas
Dan nyata.

Tapi tak ada yang melihat dan menyaksikan
Bagaimana pisau itu mendera insan itu
Insan yang menangis, menjerit, memohon ampun

Insan itu— ia, ingin berlari menjauhi pisau yang terus menghantuinya itu
Karena ia lelah atas sakit
Pisau tak terlihat itu menusuknya berkali- kali, tapi tak pernah tuntas.

Oh, sungguh ia berharap pisau itu menusuk hingga tuntas.
Tuntas memutuskan tali- tali urat yang membelit tubuhnya
Tuntas menghentikan degup jantung dan deru nafasnya
Tuntas membuatnya tersenyum damai di peti mati berhiaskan bunga dengan bibir terpoles gincu merah dan gaun putih indah.

Tapi tidak.
Pisau itu hanya senang menyiksanya
Dan ia tak berdaya.

Terkadang pisau itu seperti lelah juga
Berhenti menyiksanya
Dan ia merasa bahagia—bahkan hanya untuk sedetik saja
Tapi pisau itu akan kembali lagi
Karena satu- satunya misi dari eksistensi sang pisau hanyalah untuk membuat insan itu menderita.

Dan ia kembali dihantui pisau itu.
Terseok- seok mengejar tiap langkahnya
Tiap pelariannya
Tiap penyangkalannya

Entah sampai kapan pisau itu akan terus tajam
Entah sampai kapan luka- luka itu akan menganga
Entah sampai kapan ia harus didera

Pisau itu
Sebilah pisau pink bernama CINTA.

6DEC09.
Mengapa harus pink warnanya?
Don’t ask.

hindari kfc? errr (speechless)

marvelous!
sekali lagi, saya berkutat seharian di depan laptop.

remind me again about those plans of healthy living lifestyle?

today, i got a phone call from my mom.
di telepon, ga lain dan ga bukan yang mama omongin adalah mengenai pola makan yang sehat. sementara mama berceramah di telepon mengenai pola makan sehat itu, iseng- iseng gw ketik semua yang beliau katakan dalam format microsoft word. di bawah ini hanya beberapa konsep pola makanan sehat yang berhasil gw tangkap dari pembicaraan dengan mama:


Healthy food

Pagi
-Start with 2 glasses of water !
-pagi: Jeruk apel pepaya semangka (juicy)
-minum susu kedelai (pagi)!

siang
-makan biasa! (HINDARI KFC)

sore
-satu buah segar (nangka, pisang, apokat, duren)!

Malam
Makan nasi cuman 4 sendok, porsi di sayuran, perkedel jagung, tahu, tempe, minumnya satu gelas jus wortel mentah

*GULA GANTI MADU!

15:00
5februari2010
DICERAMAHIN MAMA TENTANG POLA MAKAN SEHAT. 

begitulah. bagian makan siang dimana mama ngelarang gw makan KFC dan kawan- kawannya mungkin jadi bagian yang terberat buat gw. as you all know, paket attack setiap jam 3- 5 sore yang diluncurkan KFC notabene adalah suatu anugerah buat mahasiswa ngekos seperti gw. susah banget menolak sepaket ayam goreng, nasi dan minuman bersoda yang harganya cuma 8ribu!! (dengan pajak dan lalala)
gw hanya manggut- manggut dan tersenyum sementara mama terus berbicara mengenai benefit- benefit yang bisa gw dapat dari pola makan sehat ini. 
"iya ma...", itu respon dari gw, dan hanya itu yang terdengar oleh mama di telepon. she doesn't know, i crossed my fingers. 

i'm so sorry mum, asking me not to consume such junks is just impossible :)


Friday, February 5, 2010

Tanya Sederhana


Malam itu,
Di persimpangan antara si kaya dan si miskin
Lilin 500 perak dan lampu chandelier megah
Televisi berlayar datar dan radio dangdut
Mobil alphard dan sepeda kumbang butut
Gigi putih dan gigi kuning,

Mulut kecil itu bertanya, “Kapan kita kaya, ayah?”

 *inspired by: kesenjangan sosial yang eksplisit di wilayah perumahan Pondok Hijau Golf, Gading Serpong dengan desa- desa kecil di sekitarnya.




Si Penguntit


Sudah beberapa hari ini aku mengamatinya. Mengobservasi tiap aktivitasnya, melihat tiap gerak- geriknya, memperhatikan tiap senyum dan tangisnya. Jangan sebut aku seorang penguntit, karena aku masih waras.

Aku suka saja memperhatikannya. Senyum itu, wajah manis itu, rambut indah yang hitam panjang itu, bagaimana dia memeluk dan mencintai hidup. Aku, yang sudah tidak bisa melakukan apa- apa ini merasa terhibur dengan semangat dan vitalitas luar biasa yang terpancar dari matanya, dari langkahnya, dari tawanya, dari setiap kata yang meluncur dari bibirnya.

Tanpa terasa, minggu berlalu dan aku tetap bertahan di posisiku sekarang. Memperhatikan. Mengobservasi. Tingkahku sudah seperti seorang peneliti, dan ia adalah subjek penelitianku. Ya, minggu berlalu dan aku masih setia mengamati kehidupannya. Terkadang aku ikut tertawa saat ia tertawa, terkadang juga aku menangis seolah deritanya adalah deritaku. Tak ayal, aku bisa marah- marah dan geram sendiri pada kejadian buruk yang menimpanya, gemas melihatnya tetap tersenyum saat problematika kehidupan menimpanya. Ingin aku melihatnya marah. Ingin sekali.

Bulan berlalu. Observasi yang kulakukan padanya masih berjalan. Tapi sekarang bukan hanya sekedar sebuah penelitian. Ada perasaan aneh saat aku kembali duduk di kursi ini, bersila dan mengambil teropong untuk memperhatikannya. Sedikit saja aku ketinggalan gerak geriknya, aku bisa mencak- mencak sendiri.
Tidak ada orang yang peduli pada perubahan emosiku, mungkin karena mereka pikir aku tidak mempunyai emosi apa- apa di dalam batin kosong yang berdebu ini, entahlah. Manusia sekitar sudah membuangku dan semenjak itu aku tak lagi mau ambil pusing. Lakukanlah apa yang kau mau, dunia. Tinggalkan saja aku. Senyum kecil yang merekah di bibirku  belum tentu disadari dunia. Tetesan air mata dari mata sayuku juga pasti tak dihiraukan dunia.

Dunia membuangku. Aku si sampah dunia.

Bulan keempat sudah berlalu, dan ia tetap sama seperti sebagaimananya ia dahulu, saat aku baru mulai tertarik padanya. Kini aku mulai merasa terikat pada kepribadiannya. Seolah apa yang ia rasakan bisa aku rasakan juga. contohnya saja, hari ini ia belum menangis, tapi aku sudah merasakan rasa sakit di hatiku. Secara kasat mata, ia masih tersenyum dan terlihat ceria. Tapi hatiku sakit tanpa alasan. Aku sendiri tahu alasan satu- satunya adalah dia. Aku tidak punya lagi urusan dengan dunia, kan? Dia mungkin satu- satunya alasan aku masih hidup. Aku hidup untuk memperhatikannya. 

Menit berlalu, dan aku ingin menangis, tapi ia masih tertawa dengan teman- temannya.

Tak bisa kutahan lagi, air mataku menetes. Bersamaan dengan menetesnya air mataku, ia tiba- tiba menangis. Manusia- manusia itu sudah pergi dan kini ia sendiri. Tawanya lenyap, dan ia merosot, berjongkok di sudut ruangan dan menangis. Tiap sedu sedan dari diriku senada mengalun dengan sedu sedan nya. Tetesan air mataku berirama dengannya. Aku merasa satu dengannya. Ia adalah aku dan aku adalah dia, entah bagaimana menjelaskan fenomena ini.

Tahun berlalu dan semua semakin terlihat kompleks. Kompleks karena adanya suatu reaksi yang bertolak belakang. Sinar darinya menggelap. Tawanya kian menghilang, senyumnya pun meredup. Lepas dari itu, aku malah merasa bahagia. Meluap- luap, ada perasaan aneh yang menggebu- gebu dari dalam diriku, memaksaku untuk tertawa lepas hingga meneteskan air mata. Semangat hidupku bangkit kembali, mungkin aku harus berterimakasih padanya. Ia telah menularkan semangatnya padaku secara tidak langsung.

Hari ini aku bangkit dari kursi berdebu itu, dari posisi bersilaku. Aku membersihkan ruangan tempat aku berdiam diri ini dari debu dan kenangan buruk. Aku memandang wajahku di cermin dan sadar bahwa aku tampan. Aku membersihkan diri dan menuju dunia untuk pertama kalinya. Angin menerpaku, dan baru saat ini aku sadari betapa segarnya oksigen yang berdesak- desakan masuk dan memenuhi paru- paruku. Aku tertawa dan berkata, “Tenang, oksigen. Kalian semua mendapat tempat di rongga tubuhku kok!” lalu aku tertawa lagi, bahagia. Sungguh sangat bahagia. Jalan- jalan yang kulewati tampak berwarna, semua orang menyapaku dengan riang. Seorang anak kecil tersenyum memamerkan giginya yang baru tumbuh beberapa padaku, seorang wanita cantik mengedipkan matanya padaku, seorang pengamen jalanan memainkan alunan musik terindah dari gitarnya yang tertutup stiker- stiker usang.

Kutekankan sekali lagi, aku bahagia. Hari ini dunia kembali menerimaku, memelukku dalam keindahannya yang rupawan. Hatiku membuncah dan aku berjalan pulang sambil menari- nari kecil. Besok aku ingin melakukan ini lagi, pikirku. Aku akan memakai setelan baju terbaikku, menyemprotkan minyak wangi pada tubuhku, dan aku akan turun lagi ke jalan, beriringan dengan dunia dan semua manusia lainnya di dalamnya. Besok, aku akan kembali 'bermanusia'.

Dalam perjalananku menuju gubuk kecilku yang mulai menampakkan warna dan tanda- tanda kehidupan, refleks aku menghentikkan langkahku di depan rumahnya, rumah gadis manis berambut panjang yang penuh semangat itu. Entah kenapa, rumahnya lah yang kini terlihat gelap. Bobrok. Tak ada sinar- sinar kehidupan. Ia juga tak terlihat lagi. Tawanya tak lagi kudengar, derapan langkah kakinya yang seolah menarikan tap dance sudah tak bergema lagi di telingaku. 
Aku mengernyitkan dahi, lalu melangkahkan kakiku menjauh. Sudahlah, lupakan saja, sekarang hidup ada di depan mataku, memintaku untuk memeluk dirinya yang abstrak. Maka aku pun melupakannya, si gadis manis berambut panjang itu.
*
Sukacitaku hilang. Ada yang mencurinya, walau aku tak tahu siapa atau apa dan bagaimana caranya serta sejak kapan. Yang aku tahu, suatu pagi aku terbangun dengan perasaan aneh, seolah sebagian jiwaku pergi menghilang. Aku merasa kosong, seolah ada yang menarik ceria dari jiwaku. Aku sungguh tak mengerti, tapi senyuman tak bisa lagi kulontarkan. Kenapa? Berulang kali aku bertanya pada udara di sekitarku.

Aku dulu adalah gadis ceria yang berambut panjang dan manis, itu kata banyak orang padaku. Memang aku terkadang menangis di dalam gelap, tapi lepas dari itu aku masih bahagia. Tapi sekarang? Aku takut. Ada yang mencuri kebahagiaanku, senyumku, tawaku, vitalitas hidupku dari hadapanku. Aku terbangun dengan perasaan takut dan tidak dihargai. Aku lupa bagaimana caranya tersenyum. Saat aku menarik kedua bibirku menjauh ke masing- masing sisi, aku malah merasa sakit. Dan jelek. Ya Tuhan, aku jelek sekali.

Aku pusing tak karuan, marah- marah dan menyalahkan hidup atas semuanya. Tidak ada orang yang peduli pada perubahan emosiku, mungkin karena mereka pikir aku tidak mempunyai emosi apa- apa di dalam batin kosong yang berdebu ini, entahlah. Manusia sekitar sudah membuangku dan semenjak itu aku tak lagi mau ambil pusing. Lakukanlah apa yang kau mau, dunia. Tinggalkan saja aku. Senyum kecil yang merekah di bibirku juga belum tentu disadari dunia. Tetesan air mata dari mata sayuku juga pasti tak dihiraukan dunia.

Dunia membuangku. Aku si sampah dunia.

Otakku diambil alih oleh kesedihan dan amarah serta perasaan putus asa. Tak ada gunanya aku hidup. Tapi tiba- tiba, dalam kesedihanku aku melihat seorang lelaki tertawa bersama teman- temannya di jalanan, ia menertawakan tawaku, menyunggingkan senyumku, dan melangkahkan langkah kakiku yang seolah menarikan tap dance. Ia bahagia sekali, aku suka sekali melihatnya. Aku sadar aku tertarik padanya, pada tiap gerak geriknya, tiap senyumnya. Ia juga tampan sekali, ah indah sekali hidupnya. 

Tanpa sadar, aku meraih teropong di sebelahku. Aku mengambil posisi duduk bersila di atas kursi, dan mulai mengamatinya. Ikut tersenyum bersamanya dan menangis bersamanya.
*
Sudah beberapa hari ini aku, si gadis manis berambut panjang, mengamatinya. Mengobservasi tiap aktivitasnya, melihat tiap gerak- geriknya, memperhatikan tiap senyum dan tangisnya. 

Jangan sebut aku seorang penguntit, karena aku masih waras…

5 Februari 2010.
Embrace life, people. You were made to live.
Smile, you’re supposed to do that.
Cry when it’s needed, but don’t let yourself drawn into sorrow and misery for too long.
Live your life.



Thursday, February 4, 2010

God, give strength.

so many bad news spreading around nowadays.

beberapa saat yang lalu, oma meninggal di usianya yang ke 78 tahun. oma an, sosok yang begitu gw kagumi karena kesabaran, kasih sayang dan ketabahannya. gw ga tahu perlu gw kategorikan sebagai berita baik atau burukkah kematian oma ini, yang pasti air mata ini tetap jatuh waktu gw tahu oma meninggal.

waktu kebaktian penghiburan gw mendengar renungan dari pendeta bahwa kematian bukanlah sesuatu yang pantas ditangisi. kematian juga adalah sebuah kegembiraan.

uuh, gw ga tahu bagaimana menyikapi tanggapan itu.

explain this: kenapa hati gw tetep terasa  berat waktu peti kayu itu merosot jauh ke dalam gelapnya perut bumi? kenapa gw tetep menangis sesunggukan saat menabur bunga di atas makamnya? kenapa mata gw masih berair saat mengingat oma?

kematian itu menyedihkan. face it. pendapat bahwa kematian itu hal yang gembira simply hanyalah sebuah kalimat penghiburan.tidak ada yang mau berkata secara telak bahwa kematian itu sebuah derita di saat seseorang sedang menangis akibatnya. mereka biasanya akan mengatakan, "Jangan menangis. dia sudah berada di tempat yang lebih baik. kamu harusnya senang..." diiringi senyuman menguatkan.
i'm not blaming them for being dishonest, no. memang begitu etika penghiburan dalam sebuah kebaktian penghiburan. tertawa saat semua menangis hanya akan membuatmu dihujani tatapan sinis.
tapi, let's just face it. kehilangan itu memang menyedihkan. tidak menggembirakan sama sekali.

gw pernah dan mungkin bisa dibilang cukup sering berpikir tentang maut.
gw banyak berpikir tentang keluarga gw dan bagaimana kalo mereka yang meninggal. gw bahkan sering mereka- reka, bagaimana kalo papa dan mama meninggal berbarengan? bagaimana kalo eca dan atit meninggal berbarengan? will i survive? will i stay sane?
biasanya gw akan menyuruh diri gw berhenti berpikir yang aneh- aneh. biasanya gw akan langsung komat kamit berdoa agar Tuhan melindungi mereka. biasanya gw akan tersenyum lalu menggelengkan kepala, membuang pikiran itu jauh- jauh.

unfortunately, kabar- kabar buruk itu terus berdatangan. people die everywhere, every second. bulu kuduk gw masih sering merinding membayangkan hal itu. di saat gw sedang blogging seperti sekarang sambil mendengar lagu- lagu jack johnson dengan santai, di belahan bumi nun jauh di sana bisa saja seorang ibu menangis pilu karena kehilangan anaknya yang terkena peluru nyasar. 

hidup manusia, siapa yang tahu kecuali Dia? 
hari ini, hanya beberapa menit yang lalu, teman gw -gaby -mengirim sms:
bantu doa yaa.. kakaknya ama OD gituu, sekarang masih di rumah gitu ga nyadarin diri.
*let me tell you, akhir akhir ini sms- sms berawalan "bantu doa ya" banyak gw terima. saat sms itu datang dari keluarga, biasanya hati gw langsung melengos dan jantung gw berdebar- debar.*

gw langsung membalas:
omg, oke gab. kita dukung dalam doa.
*let me tell you one more thing, balasan berupa "iya kita dukung dalam doa" juga sangat sering gw ketik akhir- akhir ini.*

balasan datang:
iaa nes, kasian nyokap ama lagi nangis2


gw langsung mengirim sms ke teman gw yang bersangkutan, si ama.
ama, gw denger kabar kaka lo OD ya? sabar ya ma, kita bantu dalam doa..

balasan langsung datang:
makasih nes, gua minta tlong bantu doa ya buat bokap nyokap gue biar mereka kuat, kasian nyokap gue nes..

dengan hati melengos, gw membaca balasan itu berulang kali. this is the very part where i always got confuse. bagaimana cara membalas sms seperti ini tanpa terdengar klise? kehabisan akal merangkai kata- kata non-klise, akhirnya gw membalas:
iya ma. lo jangan down ya ma, lo harus kuat.. bantu bokap nyokap lo dlm menghadapi semuanya. gw bantu doa dari sini, semoga kaka lo ga kenapa2

it ended so damn cliche. i didn't mean to sound cliche at all.

anyway, lepas dari ke-klisean sms gw, gw hanya bisa berharap kata- kata gw yang ga ada apa- apanya bisa membantu menghibur temen gw. beberapa saat berlalu, ga ada balasan lagi dari ama.
gw akhirnya hanya bisa diam, pikiran- pikiran tentang kematian kembali berseliweran di kepala gw. lalu samar- samar gw berdoa. singkat aja, "Tuhan, semoga kakaknya ama baik- baik aja. kuatkan keluarganya ya Tuhan..." 

Ama, Tuhan, i hope that simple pray is enough.



Wednesday, February 3, 2010

kembali tersiksa

Di bawah ini ada sebuah coretan yang saya buat pada saat persiapan Ujian Akhir Semester 1, originally written on January 20th 2010. 
Hanya sebagai sebuah pelampiasan dari kepenatan menghafal ilmu politik, ilmu bisnis, dan ilmu dasar komunikasi, maka keluarlah tulisan tidak jelas ini.


KEMBALI TERSIKSA

Ia memanggil
Mereka memanggil
Semua memanggil
Hidup—maupun tidak, semua memanggilku
“Kemari, kesini, temui aku, sentuhi aku, dalami aku”

Aku menolak
Aku meringis
Aku hampir kembali menangis
“Tidak, aku tidak mau. Aku capai”

Tapi mereka tidak peduli
Atau tidak mendengarkan tolakanku
Karena ajakan itu semakin gencar saja
Sekarang malah tangan- tangan itu mencoba menarikku
Menghiraukan kepalaku yang hampir meledak
Mengacuhkan betapa merahnya mataku menahan kantuk dan tangis
Memaksaku untuk terjun dalam dunia kata- kata

Terakhir, apa daya yang bisa kulakukan lagi?
Kubiarkan tangan- tangan itu menarikku
Kupaksa mata dan kepalaku mencerna apa yang mereka mau
Dan aku. Kembali. Tersiksa .
  


lebay, i know.
but hey, i actually felt a lot better after i wrote this unimportant thing :D

first words

Well, maybe it's a little too late to have a blog.

sebenarnya, dari dulu saya sudah punya 3 blog yang berbeda dari 3 blog provider yang berbeda pula. blogsome, friendster, dan sebuah blog gratisan dari bukukita.com. tapi tidak ada satu pun yang benar- benar saya tulisi secara teratur.

yes, seriously, i never took this blogging thing seriously.

sampai akhirnya saya menjadi mahasiswa jurusan ilmu komunikasi dan mengambil mayor jurnalistik. label 'jurnalistik' yang terpampang di profil pribadi saya menyadarkan saya akan pentingnya sebuah blog. there's no use to write a dozen, even a hundred writings if you never publish it, right?

anyway anyhow, saya berharap blog ini dapat menunjang aktivitas saya dalam menulis.
err, okay, this blog is officially on.

*pengguntingan pita peresmian :)